10 Mei, 2008

Dampak Global Warming

zwani.com myspace graphic comments


DAMPAK PEMANASAN GLOBAL BAGI INDONESIA
Pemanasan Global yang bermuara pada perubahan iklim khususnya di negara kita sungguh memiliki dampak yang sangat serius. IPCC menyatakan bahwa kenaikan suhu Bumi periode 1990 - 2005 antara 0.15 - 0.13 derajat Celcius, jika kondisi ini dibiarkan maka diprediksikan periode 2050 - 2070 suhu Bumi akan naik pada kisaran 4,2 derajat Celcius. Padahal Emil Salim bilang jika naik 2 derajat Celcius saja maka kehidupan di Bumi akan bubar. Dampak yang ditimbulkan bagi negara kita jika tanpa ada upaya pencegahan maka kita akan kehilangan 2.000 pulau karena air laut akan naik pada ketinggian 90 cm. Tadinya kita memiliki 17.504 pulau tapi kini tinggal 17.480 pulau oleh sebab naiknya air laut dan usaha penambangan. Kehilangan asset 2.000 pulau akan luar biasa dampaknya yang berujung pada penyempitan wilayah kedaulatan RI.

Juga kenaikan air laut akan menurunkan pH air laut ; setiap kenaikan 14 - 43 cm maka pH air laut akan turun dari 8,2 menjadi 7,8 - akibat seriusnya akan menghambat pertumbuhan dan akhirnya akan mematikan biota dan terumbu karang. Ujung-ujungnya adalah dampak ekonomis dengan terjadinya pola perubahan habitat, migrasi dan populasi ikan serta hasil laut lainnya.

Lebih lanjut lagi ancaman serius bagi kota-kota pesisir seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya misalnya. Akan banyak wilayah pesisir perkotaan akan terendam dan akan terjadi pergeseran wilayah pantai. Karena setiap kenaikan 10 cm air laut akan menggenangi 10 meter persegi wilayah pesisir. Hal ini tentu akan berimplikasi pada akibat sosial ekonomi masyarakat.

Hal lain adalah soal ketahanan pangan. Saat ini saja misal di Pulau Jawa, Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, Jawa Barat. DAS Citarum dengan luas wilayah 6.080 km2 dan dengan panjang sungai 269 km nyatanya tidak memberikan kontribusi baik untuk mengairi areal persawahan. Maklum sepanjang DAS Citarum ada 11 juta jiwa bermukim dan 10.000 perusahaan yang memanfaatkan Citarum. Akibatnya terlihat produktifitas padi Tahun 2005 adalah 9.787.217 ton menjadi 9.418.572 ton pada Tahun 2006. Jadi ada penurunan sebesar 368.645 ton padi.

Hal serupa juga sama dengan DAS Brantas di Jawa Timur. Tahun 2006 produksi padi sebesar 9.346.947 ton menjadi 9.126.356 ton pada Tahun 2007. Ada penurunan sebesar 220.519 ton. Dan di Jawa Tengah juga sama dari 8.729.291 ton (2006) menjadi 8.378.854 ton (2007), penurunan
sebesar 350.436 ton.

Ketahanan pangan memang menjadi salah satu titik perhatian utama ; sebab kelangsungan negara ini tentu bertumpu pada ketersediaan padi disamping alternatif bentuk pangan lain seperti umbi-umbian dan biji-bijian. Akan tetapi dengan menurunnya dukungan sungai-sungai sepanjang lumbung padi pulau Jawa ini, hal yang perlu dicermati adalah bagaimana menjaga serta memelihara seluruh DAS yang kita miliki sehingga mampu memberikan kontribusi yang lebih baik pada dekade sebelumnya.

Akibat Pemanasan Global juga akan memicu masalah kesehatan masyarakat. Karena suhu makin hangat, maka dengan sendirinya jentik nyamuk DB (Demam Berdarah) dan Malaria akan memiliki siklus hidup yang lebih pendek dan masa inkubasi penularan yang lebih singkat. Maka ledakan populasi nyamuk berbahaya ini akan bersifat lethal bagi masyarakat. Termasuk juga jenis penyakit lainnya
seperti Diare, Leptospirosis, Asma, Kanker Kulit dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (COPD).

Lebih lanjut Kompas, 01.12.2007 menyarikan dampak Pemanasan Global bagi negara kita, diantaranya meliputi ;

Perubahan Iklim
- Peningkatan temperatur Bumi
- Curah hujan yang lebih lebat

Pertanian
- Mengubah pola presipitasi, penguapan, air limpasan dan kelembaban tanah
- Risiko terjadionya ledakan hama dan penyakit tanaman
- Terancamnya ketahanan pangan

Kelautan

- Naiknya permukaan air laut (bisa menenggelamkan daerah pesisir yang produktif)
- Pemanasan air laut yang mempengaruhi keanekaragaman hayati laut
- Peningkatan jumlah penyakit yang dibawa melalui air dan vektor

Satwa
- Perubahan habitat.
- Hilangnya daerah pesisir berakibat pada
keanekaragaman hayati
- Penurunan populasi amfibi secara global

Jadi jelaslah kini masalah Pemanasan Global memiliki dampak sangat serius bagi kelangsungan kehidupan dan penghidupan bangsa kita serta umat manusia umumnya di Bumi ini. Oleh sebab itu marilah kita mulai dengan diri kita sendiri untuk mengubah gaya hidup kita sendiri dengan cara sederhana seperti mematikan dua titik lampu listrik antara pukul 17.00 s/d 22.00, membuat sumur resapan, hemat energi dengan cara selektif menggunakan peralatan elektronik, mengurangi pemakaian mobil pribadi, mengurangi pemakaian kemasan plastik, memilah dan mengelola sampah rumah tangga, menanam pohon di halaman rumah dan banyak hal lain. Karena tanpa dimulai dari diri kita sendiri, masyarakat dan bangsa kita tidak akan berubah dan pada akhirnya semua manusia di Bumi tidak juga akan berubah. Mari kita mulai hari ini juga.

Perubahan Iklim

LINGKUNGAN
Pemanasan Global, Tragedi Peradaban Modern
Pada tanggal 5 Juni 2007, negara-negara seluruh dunia umumnya memperingatnya sebagai Hari Lingkungan Hidup. Pemanasan global yang berakibat pada perubahan iklim (climate change) belum menjadi mengedepan dalam kesadaran multipihak. Pemanasan global (global warming) telah menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia, terutama negara yang mengalami industrialisasi dan pola konsumsi tinggi (gaya hidup konsumtif). Tidak banyak memang yang memahami dan peduli pada isu perubahan iklim. Sebab banyak yang mengatakan, memang dampak lingkungan itu biasanya terjadi secara akumulatif. Pada titik inilah masalah lingkungan sering dianggap tidak penting oleh banyak kalangan, utamanya penerima mandat kekuasaan dalam membuat kebijakan.

Perubahan iklim akibat pemanasan global (global warming), pemicu utamanya adalah meningkatnya emisi karbon, akibat penggunaan energi fosil (bahan bakar minyak, batubara dan sejenisnya, yang tidak dapat diperbarui). Penghasil terbesarnya adalah negeri-negeri industri seperti Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Kanada, Jepang, China, dll. Ini diakibatkan oleh pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat negera-negara utara yang 10 kali lipat lebih tinggi dari penduduk negara selatan. Untuk negara-negara berkembang meski tidak besar, ikut juga berkontribusi dengan skenario pembangunan yang mengacu pada pertumbuhan. Memacu industrilisme dan meningkatnya pola konsumsi tentunya, meski tak setinggi negara utara. Industri penghasil karbon terbesar di negeri berkembang seperti Indonesia adalah perusahaan tambang (migas, batubara dan yang terutama berbahan baku fosil). Selain kerusakan hutan Indonesia yang tahun ini tercatat pada rekor dunia ”Guinnes Record Of Book” sebagai negara tercepat
yang rusak hutannya.

Menurut temuan Intergovermental Panel and Climate Change (IPCC). Sebuah lembaga panel internasional yang beranggotakan lebih dari 100 negara di seluruh dunia. Sebuah lembaga dibawah PBB, tetapi kuasanya melebihi PBB. Menyatakan pada tahun 2005 terjadi peningkatan suhu di dunia 0,6-0,70 sedangkan di Asia lebih tinggi, yaitu 10. selanjutnya adalah ketersediaan air di negeri-negeri tropis berkurang 10-30 persen dan melelehnya Gleser (gunung es) di Himalaya dan Kutub Selatan. Secara general yang juga dirasakan oleh seluruh dunia saat ini adalah makin panjangnya musim panas dan makin pendeknya musim hujan, selain itu makin maraknya badai dan banjir di kota-kota besar (el Nino) di seluruh dunia. Serta meningkatnya cuaca secara ekstrem, yang tentunya sangat dirasakan di negara-negara tropis. Jika ini kita kaitkan dengan wilayah Indonesia tentu sangat terasa, begitu juga dengan kota-kota yang dulunya dikenal sejuk dan dingin makin hari makin panas saja. Contohnya di Jawa Timur
bisa kita rasakan adalah Kota Malang, Kota Batu, Kawasan Prigen Pasuruan di Lereng Gunung Welirang dan sekitarnya, juga kawasan kaki Gunung Semeru. Atau kota-kota lain seperti Bogor Jawa Barat, Ruteng Nusa Tenggara, adalah daerah yang dulunya dikenal dingin tetapi sekarang tidak lagi.

Meningkatnya suhu ini, ternyata telah menimbulkan makin banyaknya wabah penyakit endemik “lama dan baru” yang merata dan terus bermunculan; seperti leptospirosis, demam berdarah, diare, malaria. Padahal penyakit-penyakit seperti malaria, demam berdarah dan diare adalah penyakit lama yang seharusnya sudah lewat dan mampu ditangani dan kini telah mengakibatkan ribuan orang terinfeksi dan meninggal. Selain itu, ratusan desa di pesisir Jatim terancam tenggelam akibat naiknya permukaan air laut, indikatornya serasa makin dekat saja jika kita tengok naiknya gelombang pasang di minggu ketiga bulan Mei 2007 kemarin. Mulai dari Pantai Kenjeran, Pantai Popoh Tulungagung, Ngeliyep Malang dan pantai lain di pulau-pulau di Indonesia.

Untuk negara-negara lain meningkatnya permukaan air laut bisa dilihat dengan makin tingginya ombak di pantai-pantai Asia dan Afrika. Apalagi hal itu di tambah dengan melelehnya gleser di gunung Himalaya Tibet dan di kutub utara. Di sinyalir oleh IPCC hal ini berkontribusi langsung meningkatkan permukaan air laut setinggi 4-6 meter. Dan jika benar-benar meleleh semuanya maka akan meningkatkan permukaan air laut setinggi 7 meter pada tahun 2012. Dan pada 30 tahun kedepan tentu ini bisa mengancam kehidupan pesisir dan kelangkaan pangan yang luar biasa, akibat berubahnya iklim yang sudah bisa kita rasakan sekarang dengan musim hujan yang makin pendek sementara kemarau semakin panjang. Hingga gagal panen selain soal hama, tetapi akibat kekuarangan air di tanaman para ibu-bapak petani banyak yang gagal.

Lantas dengan situasi sedemikian rupa apa yang dibutuhkan oleh dunia kecil “lokal” dan kita sebagai individu penghuni planet bumi? Yang dibutuhkan adalah REVOLUSI GAYA HIDUP, sebab dengan demikian akan mengurangi penggunaan energi baik listrik, bahan bakar, air yang memang menjadi sumber utama makin berkurangnya sumber kehidupan.

Selain itu perlunya melahirkan konsesus yang membawa komitmen dari semua negara untuk menegakkan keadilan iklim. Seperti yang sudah dilakukan oleh Australia yang mempunyai instrumen keadilan iklim, melalui penegakan keadilan iklim dengan membentuk pengadilan iklim. Dimana sebuah instrumen yang mengacu pada isi Protokol Kyoto yang menekankan kewajiban pada negara-negara Utara untuk membayar dari hasil pembuangan emisi karbon mereka untuk perbaikan mutu lingkungan hidup bagi negara-negara Selatan.

Dalam praktek yang lain saatnya kita mulai menggunakan energi bahan bakar alternatif yang tidak hanya dari bahan energi fosil, misalnya untuk kebutuhan memasak. Menggunakan energi biogas (gas dari kotoran ternak) seperti yang dilakukan komunitas merah putih di Kota Batu. Desentraliasasi energi memang harus dilakukan agar menghantarkan kita pada kedaulatan energi dan melepas ketergantungan pada sentralisasi energi yang pada akhirnya harganya pun makin mahal saja.

Sedangkan untuk para pengambil kebijakan harusnya mengeluarkan policy yang jelas orientasinya untuk mengurangi pemanasan global. Misalnya menetapkan jeda tebang hutan di seluruh Indonesia agar tidak mengalami kepunahan dan wilayah kita makin panas. Menghentikan pertambangan mineral dan batubara seperti di Papua, Kalimantan, Sulawesi, hal ini bisa dilakukan dengan bertahap mulai dari meninjau ulang kontrak karyanya terlebih dahulu. Selanjutnya kebijakan progressive dengan mempraktekkan secara nyata jeda tebang dan kedaulatan energi harus dilakukan jika kita tidak mau menjadi kontributor utama pemanasan global.

Iklim memang mengisi ruang hidup kita baik secara individu maupun sosial, maka tidak mungkin menegakkan keadilan iklim tanpa melibatkan kesadaran dan komitmen semua pihak. Bahwa tidak bisa dibantah, kita hidup dalam ekosistem dunia “perahu” yang sama, sehingga jika ada bagian yang bocor dan tidak seimbang, sebenarya ini merupakan ancaman bagi seluruh isi perahu dan penumpangnya. Maka merevolusi gaya hidup kita untuk tidak makin konsumtif sangat mendasar dilakukan sekarang juga oleh seluruh umat manusia. Sebab dengan begitu kita bisa menempatkan apa yang kita butuhkan bisa ditunda tidak, yang harus kita beli membawa manfaat atau tidak dan apakah yang kita beli bisa digantikan oleh barang yang lain yang ramah lingkungan?

Ini semua adalah cerminan bagi mereka yang berusaha dan sadar sepenuh hati demi keberlanjutan kehidupan sosial (sustainable society) yang berkeadilan secara sosial, budaya, ekologis dan ekonomi. Inilah tindakan nyata untuk meraih kedaulatan energi dan melepaskan ketergantungan terhadap energi fosil yang sekarang telah dikuasai oleh korporasi modal. Sekarang siapapun bisa memilih, mau jadi kontributor pemanasan global yang berdampak pada perubahan iklim dan suhu yang makin panas? Atau mau menjadi bagian dari pelaku ”penyejukan global” dengan mengubah pola konsumsi dan gaya hidup dari sekarang juga? Selamat Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Mari bertindak nyata untuk masa depan bersama.


Disini kami akan membahas tentang pengaruh kesehatan kita terhadap lingkungan yang kurang mendukung untuk kesehatan kita antara lain :

PENGARUH TIDAK LANGSUNG TERHADAP KESEHATAN
Pengaruh lingkungan terhadap kesehatan ada dua cara positif dan negatif. Pengaruh positif, karena didapat elemen yang menguntungkan hidup manusia seperti bahan makanan, sumber daya hayati yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraannya seperti bahan baku untuk papan, pangan, sandang, industi, mikroba dan serangga yang berguna dan lain-lainnya. Adapula elemen yang merugikan seperti mikroba patogen, hewan dan tanaman beracun, hewan berbahaya secara fisik, vektor penyakit dan reservoir penyebab dan penyebar penyakit.

Secara tidak langsung pengaruhnya disebabkan elemen-elemen didalam biosfir banyak dimanfaatkan manusia untuk meningkatkan kesejahteraanya. Semakin sejahtera manusia, diharapkan semakin naik pula derajat kesehatannya. Dalam hal ini, lingkungan digunakan sebagai sumber bahan mentah untuk berbagai kegiatan industri kayu, industri meubel, rotan, obat-obatan, papan, pangan, fermentasi dan lain-lainnya.

PENGARUH LANGSUNG TERHADAP KESEHATAN

Para pakar ahli kesehatan mengatakan, jika lingkungan kita bersih, maka kesehatan yang didambakan akan terwujud dan sebaliknya jika lingkungan kita kotor wabah penyakit akan terus menyerang kita.



Pengaruh langsung terhadap kesehatan disebabkan:
  1. Manusia membutuhkan sumber energi yang diambil dari lingkungannya yakni makanan. Makanan yang harus tersedia sangat besar untuk kebutuhan manusia di dunia disamping masalah distribusi.
  2. Adanya elemen yang langsung membahayakan kesehatan secara fisikseperti beruang, harimau, ular dan lain-lain.
  3. Adanya elemen mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit (patogen). Mikroba ini digolongkan kedalam berbagai jenis seperti virus, ricketssia, bakteri, protozoa, fungi dan metazoa.
  4. Adanya vektor yakni serangga penyebar penyebab penyakit dan reservoir agent penyakit. penyakit nyamuk, lalat, kutu, pinyal dan tungau.